Rabu, 23 Maret 2016

hadis Ahkami sholat jum'at dan shalat sunnat


HADITS-HADITS SHOLAT 2
(Shalat Jum’at dan Shalat Sunnah)
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hadits
Semester: 2
Dosen Pengampu: Abd Kalim,M.Pd.I




Disusun oleh:
Kelompok 3 (B-PAI)
1.      RIYANA DWI SUSANTI    (1510110077)
2.      SUSIANA                             (1510110078)

 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Allah telah menganugerahkan bermacam-macam keistimewaan dan keutamaan kepada umat ini. Diantara keistimewaan itu adalah hari Jum’at, setelah kaum Yahudi dan Nasrani dipalingkan darinya. Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata: “Hari ini dinamakan Jum’at, karena artinya merupakan turunan dari kata al-jam’u yang berarti perkumpulan, karena umat Islam berkumpul pada hari itu setiap pekan di balai-balai pertemuan yang luas. Allah SWT memerintahkan hamba-hamba-Nya yang mukmin berkumpul untuk melaksanakan ibadah kepada-Nya.
Shalat sunnah yakni shalat yang hukumnya sunnah. shalat sunnah dapat dikerjakan secara berjama’ah maupun munfarid dan terbagi dalam dua macam yakni shalat sunnah muakkad dan ghairu muakkad. muakkad artinya dianjurkan, ada juga shalat sunnah yang tidak dianjurkan melaksanakannya, tapi sebagaimana hukumnya sunnah bila dikerjakan berpahala ditinggalkan tidak apa-apa.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dan hukum shalat Jum’at?
2.      Bagaimana waktu dan tempat penyelenggaraan shalat Jum’at?
3.      Bagaimana syarat sah, rukun dan sunnah shalat Jum’at?
4.      Apa pengertian shalat sunnah?
5.      Bagaimana macam-macam shalat sunnah?

C.    Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui apa pengertian dan hukum shalat Jum’at.
2.      Untuk memahami bagaimana waktu dan tempat penyelenggaraan shalat Jum’at.
3.      Untuk memahami bagaimana syarat sah, rukun,dan sunnah shalat Jum’at.
4.      Untuk mengetahui apa pengertian shalat sunnah.
5.      Untuk memahami macam-macam shalat sunnah.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Shalat Jum’at
Pengertian dan Hukum Shalat Jum’at
۱- عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ ر.ض قَالَ, قَالَ النَّبِيُ ص.م: اَلْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِى جَمَاعَةٍ اِلاَّ أَرْبَعَةً: عَبْدٌ مَمْلُوْكٌ اَوِامْرَأَةٌ اَوْ صَبِيٌّ اَوْ مَرِيْضٌ. (رواه أيو داود)
Mufrodat:
-          فِى جَمَاعَةٍ            (fii jamaa’atin)            : secara berjama’ah
-          عَبْدٌ مَمْلُوْكٌ           (‘abdun mamluukun)   : budak yang dimiliki
-          امْرَأَةٌ                  (imroatun)                   : wanita
-          صَبِيٌّ                 (shobiyyun)                  : anak-anak
-          مَرِيْضٌ               (mariidlun)                  : orang sakit
Artinya: Dari Tharik Bin Syihab r.a. bahwasannya Nabi SAW pernah bersabda, “shalat jum’at itu adalah hak dan wajib atas tiap-tiap orang islam secara berjama’ah, kecuali atas empat macam, yaitu budak yang dimiliki, kaum perempuan, anak-anak, atau orang sakit.” [1]

۲- عَنِ ابْنِ الْجَعْدِ الضَّمْرِيِّ ر.ض قَألَ, اِنَّ رَسُوْلَ اللَّهِ ص.م قَالَ : مَنْ تَرَكَ ثَلاَثَ جُمَعٍ تَهَاوُنًا طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ. (رواه الخمسه)
Mufrodat:
-          تَرَكَ       (taraka)           : meninggalkan
-          جُمَعٍ       (juma’in)         : shalat Jum’at
-          تَهَاوُنًا     (tahaawunan)  : menganggap enteng
-          طَبَعَ       (thoba’a)         : mencapkan
            Artinya: Ibn Ja’ad Adh-Dhamri ra. Menerangkan: Bahwasannya Rasulullah saw. bersabda: “ Barang siapa meninggalkan tiga kali Jum’at karena menganggap enteng, niscaya Allah mencapkan hatinya.”

Waktu dan Tempat Penyelenggaraaan Shalat Jum’at
۳- كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّى الْجُمُعَةَ حِيْنَ تَزُوْلُ الشَّمْسِ (رواه بخارى)
Mufrodat:
-          حِيْنَ       (hiina)              : ketika
-          تَزُوْلُ     (tazuulu)          : tergelincir
-          الشَّمْسِ    (asy-syamsi)    : matahari
Artinya: “Rasulullah SAW melaksanakan shalat Jum’at ketika matahari tergelincir.

Syarat-Syarat dan Sunnah-Sunnah Shalat Jum’at
a.       Syarat-Syarat Shalat Jum’at
۴- قال انس:كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصلى الجمعة حين تميل الشمس(راءاحمد والبخارى)
Mufrodat:
-                      تميل       (tamilu)            : gelincir
-                      الشمس    (asy-syamsi)    : matahari
Artinya: Anas ra.a berkata : Rasululllah saw shalat Jum’at di waktu gelincir matahari”. (H.R Ahmad dan Bukhari)
b.      Sunnah-Sunnah Shalat Jum’at
۵- مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَلَبِسَ مِنْ أَحْسَنِ ثِيَابِهِ وَمَسَّ مِنْ طِيبٍ إِنْ كَانَ عِنْدَهُ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَلَمْ يَتَخَطَّ أَعْنَاقَ النَّاسِ ثُمَّ صَلَّى مَا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ ثُمَّ أَنْصَتَ إِذَا خَرَجَ إِمَامُهُ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْ صَلَاتِهِ كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا بَيْنَهَا وَبَيْنَ جُمُعَتِهِ الَّتِي قَبْلَهَا قَالَ وَيَقُولُ أَبُو هُرَيْرَةِ وَزِيَادَةٌ ثَلَاثَةُ أَيَّامٍ وَيَقُولُ إِنَّ الْحَسَنَةَ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا
Mufrodat:
-                      اغْتَسَلَ    (ightasala)       : mandi
-                      ثِيَابِهِ       (tsiyaabihi)      : pakaian
-                      أَنْصَتَ    (anshota)         : diam
-                      يَفْرُغَ      (yafrugho)       : selesai
Artinya: “Barang siapa mandi hari jum’at dan memakai pakaian yang terbaik serta memakai wangi-wangian jika ia memilikinya, kemudian ia menghadiri shalat Jum’at, dan tidak juga melangkahi leher (barisan) orang-orang, lalu dia mengerjakan shalat yang telah ditetapkan baginya, selanjutnya diam jika imam telah keluar (menuju ke mimbar) sampai selesai dari shalatnya, maka ia akan menjadi kaffarah baginya atas apa yang terjadi antara hari itu dengan hari Jum’at sebelumnya”.
B.     Shalat Sunnah
Pengertian Shalat Sunnah
۶- جَاءَ اَعْرَابِيٌّ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا ذَا فَرَضَ اللهُ عَلَيَّ مِنَ الصَّلاَةِ؟ قَالَ: اَلصَّلَوَاتُ اْلخَمْسُ اِلاَّ اَنْ تَطَوَّعَ شَيْئًا. البخاري و مسلم
Mufrodat:
-          فَرَضَ     (faradla)                      : difardlukan
-          اَنْ تَطَوَّعَ (an tathawwa’a)          : shalat sunnah
Artinya: Telah datang seorang Arab gunung, lalu ia berkata, “Ya Rasulullah, shalat apa yang difardlukan oleh Allah atas saya ?”. Jawab Rasulullah SAW, “Shalat lima waktu, kecuali kalau engkau mau shalat sunnah”. [HSR. Bukhari dan Muslim]
Macam-Macam Shalat Sunnah
۷- كَانَ رَسُوْلُ الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَغْدُوْ يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّي يَأْكُلَ تَمَرَاتٍ.
 Mufrodat:
-          لاَ يَغْدُوْ   (laa yaghduu)              : tidak pergi
-          يَأْكُلَ       (ya’kula)                      : menyantap
-          تَمَرَاتٍ    (tamaraatin)                : beberapa biji kurma
Artinya: “Rasulullah saw. tidak pergi untuk melaksanakan shalat ‘Id, melainkan setelah menyantap beberapa biji kurma.”
۸- مَنْ صَلَّى صّلاَتَنَا وَنَسَكَ نُسُكَنَا فَقَدْ اَصَابَ النُّسُكَ, وَمَنْ نَسَكَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَـاِنَّهُ قَبْلَ الصَّلاَةِ وَلاَ نُسُكَ لَهُ.
Mufradat:
-          نَسَكَ      (nasaka)          : berkurban
-          اَصَابَ    (ashaaba)        : mendapatkan (pahala)
-          قَبْلَ        (qabla)             : sebelum
Artinya: “Barang siapa melaksanakan shalat seperti shalat kami, dan berkurban seperti kurban kami, maka ia telah mendapatkan (pahala) kurban. Dan barang siapa berkurban sebelum shalat. Maka tidak ada (pahala) kurban baginya.”[2]
۹- لَمَا كَسَفَتِ الشَمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نُوْدِيَ اَنِ الصَلاَةُ جَامِعَةٌ.
Mufrodat:
-          كَسَفَتِ الشَمْسُ       (kasafatisy syamsu)     : gerhana matahari
-          نُوْدِيَ                  (nuudia)                       : diserukan
Artinya: “Ketika terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah saw., lalu diserukan agar melaksanakan salat berjama’ah.”
۱۰- عَنْ عَيْدِاللهِ يْنِ زَيْدِ يْنِ عَاصِمٍ الْمَازِنِيَّ رضي الله عنه قَالَ: خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَسْقِيْ, فَتَوَجَّهَ إِلَى الْقِيْلَةِ يَدْعُوْ, وَحَوَّلَ رِدَاءَهُ, ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ, جَهَرَ فِيْهِمَا بِالْقِرَاءَةِ. وَفِيْ لَفْظٍ "إِلَىالْمُصَلَّى"..متفق عليه
Mufradat:
-       يَسْتَسْقِيْ  (yastasqiy)       : meminta hujan
-       فَتَوَجَّهَ     (fadawajjuhu)  : menghadap
-       حَوَّلَ      (hawwala)       : membalikkan
-       رِدَاءُ      (ridau  )           : sorban
Artinya: “Dari Abdullah bin Zaid bin “Ashim al-Maziny r.a., dia berkata: “Nabi saw. keluar meminta hujan, lalu beliau menghadap ke Kiblat, Beliau berdoa dan Beliau membalikkan sorbannya, kemudian shalat dua rakaat dan mengeraskan suaranya dalam dua rakaat.” (HR. Bukhari-Muslim)[3]
۱۱- اِجْعَلُوْا أَخِرَ صَلاَتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا. (رواه البخارى)
Mufrodat:                                                                                                                                  
-        اِجْعَلُوْا    (ij’alu)             : Kerjakanlah
-        بِاللَّيْلِ      (billaili)            : diwaktu malam
-        وِتْرًا       (witran)           : ganjil
Artinya: “Kerjakanlah sembahyang kamu yang terakhir diwaktu malam menjadi ganjil.”[4]
۱۲- سَمِعْتُ مُعَاذَةَ قَالَتْ: قُلْتُ لِعَائِشَةَ رضي الله عَنْهَا: اَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّى الضُّحَى, قَالَتْ: نَعَمْ أَرْبَعُ رَكَعَاتٍ. وَيَزِيْدُ مَاشَاءَالله عَزَّ وَجَلَّ.
Mufradat:
-        الضُّحَى   (adh-dhuha)    : waktu Dhuha
-        وَيَزِيْدُ     (wayaziidu)     : menambah
-        مَاشَاءَالله (masyaAllah)   : dikehendaki Allah
Artinya: “Aku mendengar Mu’adz berkata: “Aku bertanya kepada Aisyah r.a: ‘Apakah Rasulullah saw. mengerjakan shalat pada waktu Dhuha?” Aisyah menjawab: “Benar, Beliau melakukannya empat rakaat. Dan terkadang Beliau menambah lagi sebanyak dikehendaki Allah Azza WaJalla.”[5]
۱۳- عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ: حَفِظْتُ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الظُهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الظُهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَالْمَغْرِبِ وَرَكْعَتَيْنِ يَعْدَالْعِشَاءِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْغَدَاةِ. (متفق عليه)
Mufradat:
-          حَفِظْتُ  (hafidztu)         : Saya ingat
-          الْغَدَاةِ    (al-ghodaati)   : subuh
Artinya: Dari ‘Abdullah Bin Umar, katanya, “Saya ingat (lafaz) dari Rasulullah saw. Dua rakaat sebelum dzuhur, dua rakaat sesudah dzuhur, dua rakaat sesudah maghrib, dua rakaat sesudah isya’ dan dua rakaat sebelum subuh.”[6]

ANALISIS
A.    Shalat Jum’at
Pengertian dan Hukum Shalat Jum’at
Shalat Jum’at adalah shalat wajib dua raka’at yang dilaksanakan dengan berjama’ah diwaktu Zuhur dengan didahului oleh dua khutbah.
Wajib hukumnya shalat jum’at atas kaum laki-laki yang memenuhi syarat-syarat, yaitu beragama islam, baligh, merdeka, berbadan sehat dan tetap dalam negeri. Dengan demikian berdosalah apabila shalat jum’at itu ditinggalkan tanpa ada udzur syar’i. Oleh sebab itu, jangan menganggap enteng shalat jum’at itu sebab besar dosanya bila meninggalkannya. Adapun udzur yang membolehkan meninggalkan shalat jum’at, yaitu hujan yang membasahi tubuh atau kain, karena angin taufan atau karena sangat dingin, ketika makanan sedang terhidang sedang perut dalam keadaan lapar, terdesak oleh buang air besar dan air kecil, karena takut datang bahaya atas diri sendiri atau harta benda yang dimilikinya seperti pencurian pembakaran atau rasa takut terjadi pembunuhan atas diri sendiri oleh orang lain, sakit yang menghalangi untuk berjalan, karena sehabis memakan makanan yang berbau busuk.[7]
               Tidaklah wajib shalat juma’at itu di atas orang kafir, kaum perempuan, budak, orang sakit dan orang yang sedang berjalan jauh.
1-      Hukum melaksanakan shalat jum’at adalah wajib (fardlu ‘ain) bagi kaum muslimin yang sudah baligh, dan tidak wajib bagi empat orang yaitu, budak yang belum merdeka, perempuan, anak-anak dan orang yang sakit.
2-      Menyatakan, bahwa orang yang tidak menghadiri jama’ah Jumat tiga kali berturut-turut tanpa udzur, diancam dengan ancaman berat atau dosa besar.
Maka hadits ini jika dipandang shahih, menerangkan keburukan mereka yang tidak meghadiri jama’ah Jum’at di masjid jami’ tanpa udzur. Dipandang tidak pergi menghadiri jama’ah Jum’at tanpa udzur suatu keburukan, mengingat bahwa jama’ah Jum’at adalah suatu syi’ar persatuan dan kerukunan antara penduduk. Diharuskan kita menghadirinya untuk melahirkan syi’ar agama dan melahirkan tanda persatuan dan kerukunan.[8]
Waktu dan Tempat Penyelenggaraaan Shalat Jum’at
3-      Waktu shalat Jum’at ialah setelah tergelincirnya matahari.
Waktu untuk melaksanakan shalat Jum’at masih tetap berada dalam waktu dzuhur. Jadi seandainya (keadaan) waktu dzuhur tersebut sudah sempit untuk digunakan melaksanakan shalat Jum’at, misalnya tidak ada sisa waktu yang masih muat untuk melaksanakan hal-hal yang mesti harus dikerjakan didalam waktu tersebut, yaitu dua khotbah yang dua raka’at shalat Jum’at, maka shalat Jum’at tersebut harus dilaksanakan sebagaimana layaknya shalat dzuhur.[9]
Golongan mayoritas dari kalangan sahabat dan tabi’in sepakat bahwa waktu shalat jum’at itu adalah waktu shalat zuhur. Ditulis oleh pengarang buku ar-Raudhah Naddiyyah bahwa shalat jum’at itu sah dilakukan, baik dikota maupun di desa, didalam masjid, didalam bangunan, maupun dilapangan yang terdapat disekelilingnya, sebagaimana juga sah dilakukan ditempat-tempat lainnya.[10]
Syarat-Syarat dan Sunnah-Sunnah Shalat Jum’at
4-      Syarat-Syarat Shalat Jum’at:
1)      Shalat jum’at itu diadakan ditempat yang menetap, seperti dikota, atau di desa. Tegasnya, tidak sah shalat jum’at yang diadakan di lapangan yang hanya untuk sementara waktu sedang disekitarnya tidak ada penduduknya.
2)      Dilakukan dengan berjama’ah yag tidak kurang dari orang laki-laki dari ahli jum’at.
3)      Dikerjakan pada waktu zhuhur, sebanyak dua rakaat.
4)      Didahului dengan dua khutbah yang dilakukan dengan cara berdiri dan duduk antara keduanya.[11]
5-      Sunnah-Sunnah Shalat Jum’at
Bagi orang yang akan menghadiri shalat Jum’at disunnatkan sebagai berikut :
1)      Mandi (membersihkan diri), memotong kumis dan kuku. Waktunya dari terbit fajar dan sebaik-baiknya sesudah dekat waktunya aakan pergi Jum’at.
2)      Berhias dengan pakian yang baik, terutama dengan pakaian putih.
3)      Memakai wangi-wangian
4)      Menyegerakan datang ke masjid dengan perjalanan yang tenang.
5)      Tenang dan diam waktu khatib mengucapkan  khuthbahnya
6)      Imam membaca surat “Al-A’la”,pada raka’at pertama dan surat “Al-Ghasyiyiah” pada rakaat yang kedua.[12]
B.     Shalat Sunnah
Pengertian Shalat Sunnah
6-      Shalat sunat ialah semua salat selain salat fardu yang lima waktu. Shalat sunat dapat membantu shalat-shalat fardu yang pernah di tinggalkan (kurang). Tempat shalat sunat  lebih utama dan lebih baik (afdal) dikerjakan di rumah, manakala shalat wajib lebih baik dikerjakan di masjid. Mengenai keutamaan shalat sunat dilakukan di rumah.
Macam-Macam Shalat Sunnah
7-      Shalat dua Hari Raya. Yaitu:  (1) Shalat Hari Raya ‘Idul Fitri. Disunnahkan disaat mau pergi melaksanakan shalat ‘Idul fitri memakan  makanan terlebih dahulu meskipun sedikit.
8-      Shalat Hari Raya ‘Idul Adha (Hari Raya Qurban). Penyembelihan hewan kurban harus dilaksanakan setelah shalat ‘Idul Adha, tida boleh sebelumnya, karena yang pertama-tama yang harus dikerjakan pada hari itu adalah shalat, kemudian pulang dan menyembelih kurban.
9-      Shalat dua gerhana yaitu: (1) Shalat gerhana matahari,(2) Shalat gerhana bulan. Sudah sejak zaman Rasulullah saat terjadi gerhana matahari, Rasulullah mengajak umatnya untuk melaksanakan shalat berjama’ah di masjid yang disebut dengan shalat gerhana.
Dalam shalat gerhana bulan, Nabi saw. Membaca surah dengan suara  jelas. Setelah selesai dari shalatnya Beliau mengucapkan takbir lalu ruku’ dan jika Beliau tegak dari ruku’nya, Beliau mengucapkan: Sami’allahuliman hamidah, rabbana walakal hamdu. Kemudian Beliau mengulangi bacaan di dalam shalat gerhana matahari, empat rakaat, dengan dua kali ruku’ dan empat kali sujud.[13]
10-  Shalat mohon Hujan (Istisqa’) pensyariatan shalat istisqa’, disyariatkan khutbah dalam shalat istisqa’, khutbah dilakukan sebelum shalat, menghadap kiblat, disyariatkan membalikkan sorban ketika berdoa, sebagai gambaran optimisme terhadap perubahan mereka dari tandus ke subur, menyaringkan bacaan ketika shalat istisqa’, dilakukan di tanah lapang yang dapat menampung orang banyak dan untuk menampakkan kelemahan mereka dihadapan Allah sambil menengadahkan kedua belah tangan karena membutuhkan dan hina.
     Shalat istisqa’ dua rakaat sebagaimana shalat ‘id, akan tetapi tidak ada khutbah. Di waktu keluar rumah untuk shalat istisqa’ hendaknya berpakaian sederhana, tawadhu’, khusyu’, dan dengan tenang.
11-  Shalat witir, dianjurkan bagi umat muslim untuk mengakhiri shalatnya pada malam hari dengan shalat sunnah witir yang rakaatnya ganjil.
Shalat malam dua rakaat-dua rakaat, tidak ada tambahan dan pengurangan. Witir dilakukan pada waktu malam bagi oramg yang merasa yakin bahwa dia dapat bangun pada akhir malam, shalat witir berakhir hingga fajar terbit. Yang afdhal, shalat witir dilakukan setelah shalat genap, dan diantara shalat isya’ hingga terbit fajar.
Hukum dan rakaat shalat witir adalah sunnah muakkadah (sangat dianjurkan) dan dilakukan boleh 5, 3 atau 1 rakaat.
12-  Shalat Dhuha, di jelaskan bahwa Nabi melaksanakan shalat Dhuha sebanyak empat rakaat dan hukumnya boleh menambah jumlah rakaat shalat Dhuha sesuka hatinya sesuai yang dikehendaki Allah SWT.
13-  : shalat sunnah rawatib yaitu shalat sunnah yang dilakukan mengikut atau mengiringi shalat fardlu yang lima, ia dilakukan sebelum mendirikan shalat fardlu yang lima atau selepasnya.
            Shalat rawatib ini ada yang muakkad dan ada pula yang ghairu muakkad. Shalat sunnah rawatib yang muakkad adalah dua rakaat sebelum subuh, dua rakaat sebelum dzuhur, dua rakaat selepas dzuhur, dua rakaat selepas maghrib, dan dua rakaat selepas isya’.
            Manakala shalat sunnah rawatib yang ghairu muakkad adalah dua rakaat sebelum dzuhur dan dua rakaat sesudahnya, dua rakaat sebelum ashar dan dua rakaat sebelum maghrib.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Shalat Jum’at adalah shalat wajib dua raka’at yang dilaksanakan dengan berjama’ah diwaktu Zuhur dengan didahului oleh dua khutbah. Waktu untuk melaksanakan shalat Jum’at masih tetap berada dalam waktu dzuhur. shalat jum’at itu sah dilakukan, baik dikota maupun di desa, didalam masjid, didalam bangunan, maupun dilapangan yang terdapat disekelilingnya, sebagaimana juga sah dilakukan ditempat-tempat lainnya. Syarat-Syarat Shalat Jum’at: Shalat jum’at itu diadakan ditempat yang menetap, seperti dikota, atau di desa, Dilakukan dengan berjama’ah yag tidak kurang dari orang laki-laki dari ahli jum’at, Didahului dengan dua khutbah yang dilakukan dengan cara berdiri dan duduk antara keduanya, Bagi orang yang akan menghadiri shalat Jum’at disunnatkan sebagai berikut :Mandi (membersihkan diri), memotong kumis dan kuku. Waktunya dari terbit fajar dan sebaik-baiknya sesudah dekat waktunya aakan pergi Jum’at, Berhias dengan pakian yang baik, terutama dengan pakaian putih, Memakai wangi-wangian, Menyegerakan datang ke masjid dengan perjalanan yang tenang, Tenang dan diam waktu khatib mengucapkan  khuthbahnya,Imam membaca surat “Al-A’la”,pada raka’at pertama dan surat “Al-Ghasyiyiah” pada rakaat yang kedua.
Shalat sunat ialah semua salat selain salat fardu yang lima waktu. Shalat sunat dapat membantu shalat-shalat fardu yang pernah di tinggalkan (kurang).macam-macam shalat sunat: shalat dua hari raya, shalat gerhana, shalat memohon hujan (Istisqa’), shalat Witir, shalat Dhuha, Shalat-shalat sunat yang mengikut pada shalat-shalat fardhu’ dll.

B.     Saran
Semoga makalh ini dapat memberikan manfaat bagi siapapun yang membacanya. Penulis menyadari akan banyaknya kekurangan dalam menyusun makalah ini oleh karena itu dimohon kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Ahnan, Maftuh. 2004. Pelajaran Solat Lengkap.Kuala Lumpur:Pustaka Syuhad.
Al-‘Allamah Muhammad bin Qasim al-Ghazi Syekh. 2012. Fiqh Idola; Terjemahh Fathul Qarib. Jawa Barat: Mukjizat.
Fachruddin dan Irfan Fachrudin. 1996. Pilihan Sabda Rasul (Hadis-Hadis Pilihan). Jakarta: PT Bumi Aksara.
H. Alkaf Idrus. 1991. Ihtisar Hadits Shahih Bukhori. Surabaya: CV. Karya Utama.
Hawi Tarsyi. 1986. Pribadi dan Budi Pekerti Rasulullah SAW. Bandung: Diponegoro.
Mardani.2012.Hadis Ahkam. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Mas’ud Ibnu dan Zainal Abidin S.. 2000. Fiqih Madzhab Syafi’i. Bandung: CV Pustaka Setia.
Muhammad Hasbi Ash Shidiqi Teuku. 1994. Koleksi Hadis-Hadis Hukum. Jakarta: PT Magenta Bhakti Guna.
Rifa’i Moh. 1978. lmu Fiqih Islam Lengkap. Semarang: PT.Karya Toha Putra.


[1] Teuku Muhammad Hasbi Ash Shidiqi, Koleksi Hadis-Hadis Hukum, Jakarta: PT Magenta Bhakti Guna, 1994, hlm. 235
[2] Idrus H. Alkaf, Ihtisar Hadits Shahih Bukhori, Surabaya: CV. Karya Utama, 1991, hlm. 79
[3] Mardani, Hadis Ahkam, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2012, hlm. 129
[4] Fachruddin dan Irfan Fachrudin, Pilihan Sabda Rasul (Hadis-Hadis Pilihan), Jakarta: PT Bumi Aksara, 1996, hlm. 12
[5] Tarsyi Hawi, Pribadi dan Budi Pekerti Rasulullah SAW, Bandung: Diponegoro, 1986, hlm. 229
[6] Maftuh Ahnan, Op. Cit., hlm. 118
[7] Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin S., Fiqih Madzhab Syafi’i, Bandung: CV Pustaka Setia, 2000, hlm. 367
[8] Ibid., hlm. 267
[9] Syekh Al-‘Allamah Muhammad bin Qasim al-Ghazi, Fiqh Idola; Terjemahh Fathul Qarib, Jawa Barat: Mukjizat, 2012, hlm. 190
[10] http://gladieblog.blogspot.co.id/2014/06/makalah-fiqih-ibadah-shalat-jumat.html. diakses pada tanggal 29 Februari 2016 pukul 16.24 WIB

[11] Maftuh Ahnan, Pelajaran Solat Lengkap,Kuala Lumpur:Pustaka Syuhad,2004,hlm  90.
[12] Moh.Rifa’i, Ilmu Fiqih Islam Lengkap,semarang:PT.Karya Toha Putra,1978,hlm 178-181.

[13] Ibid., hlm. 88

Tidak ada komentar:

Posting Komentar